Sifat-sifat terpuji
1. Tafakkur dan Taubah
Tafakkur adalah berpikir yang mengandung pengakuan dan penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan serta bertaubat dari segala dosa. Cara bertafakur menurut dia, adalah dengan membaca Dua Kalimah Syahadah secara perlahan-lahan dan menghayati maknanya. Selanjutnya melakukan tiga perkara dalam tafakkur yaitu:
1.1. ‘Ibrah, yaitu mencari-cari kesalahan diri sendiri, menyesalinya, dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan itu lagi.
1.2. Khawf, yaitu takut akan murka Allah dan siksa-Nya serta takut tidak diterima amalnya.
1.3. Raja’, yaitu berharap akan rahmat dan ampunan Allah serta berharap akan diterima segala amalannya.
2. Al-Zuhd
Kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat, sedangkan kehidupan di dunia harus dijadikan bekal ke akhirat. Selanjutnya dia peringatkan agar hidup jangan tertipu dan terpedaya dengan dunia.
3. Tawakkal
Tawakal adalah menyerahkan diri. Dalam lirik syairnya "menyerahkan diri jangan menyesal" dapat diartikan rela terhadap apa yang dikehendaki Allah SWT. Penjelasannya ini sejalan dengan pendapat Bisyr Al-Hafi yang dikutip Al-Qusyairi mengatakan “Saya bertawakal kepada Allah SWT., sedang orang lain berbohong kepada-Nya. Seandainya dia bertawakal kepada Allah SWT., maka pasti dia rela terhadap apa yang dikerjakan (dikehendaki) oleh Allah SWT”.
4. Shabar
Manusia perlu senantiasa bersabar, baik bersabar dalam menggunakan nikmat, bersabar melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, maupun bersabar dalam menerima cobaan atau hal-hal yang tidak diingini. Abdurrahman Shiddiq menganjurkan agar senantiasa dapat bersabar dan menahan marah, sebab sifat sabar mendatangkan banyak mamfaat
Selanjutnya dijelaskannya, bahwa orang yang tidak mempunyai sifat sabar akan mudah dihinggapi sifat marah. Menurut dia, ada beberapa kerugian sebagai akibat dari sifat marah. Pertama, hilang akal dan keseimbangan jiwa, sehingga akan salah dalam mengambil sikap dan tindakan. Kedua, hilangnya atau berkurangnya iman seseorang. Ketiga, kehilangan sahabat .
5. Ikhlash dan menjauhi riya
Ikhlash adalah bersih amal kepada Allah, dan sifat ini merupakan syarat untuk mendapatkan pahala amal ibadah. Dia membagi ikhlash dalam dua macam, yaitu ikhlash al-abrar dan ikhlash al-muqarrabin. Ikhlash al-abrar adalah seseorang beramal karena semata-mata menjunjung perintah Allah SWT. tanpa mengharapkan apapun selain daripada Allah, termasuk tidak mengharapkan surga dan juga tidak memohon dijauhkan dari api neraka. Sedangkan ikhlash al-muqarrabin adalah seseorang beramal, tetapi tidak mengakui dan tidak merasa bahwa amalan-amalan itu sebagai usaha ikhtiarnya, bahkan dalam ma’rifatnya semuanya itu adalah semata-mata amalan Allah dan atas taufik-Nya. Ikhlash al-abrar disebut ikhlash li Allah (ikhlas karena Allah), sedangkan ikhlash al-muqarrabin disebut ikhlash bi Allah (ikhlas dengan pertolongan Allah). Ikhlash al-muqarrabin merupakan pengertian ikhlash menurut pandangan ulama tasawuf, di mana para sufi menyebutkan bahwa ikhlash adalah melepaskan diri dari pada daya dan upaya. Apabila keikhlasan seseorang bisa sampai pada peringkat kedua ini, maka ia akan terhindar dari pada sifat riya, ‘ujub, dan sum’ah
Dalam kitabnya Risalah fi Aqaid al-Iman Abdurrahman Shiddiq membagi riya dalam dua macam, yaitu riya jali (yang nyata) dan riya khafi (yang tersembunyi). Riya jali adalah seseorang beramal di hadapan orang lain, tetapi apabila ia sendirian amalan itu tidak dikerjakannya. Sedangkan riya khafi ialah seseorang beramal baik di hadapan orang lain ataupun tidak, tetapi dia suka kalau mereka berada di hadapannya.
Sum’ah, ialah seseorang beramal sendirian kemudian dia menghabarkannya kepada orang lain, supaya mereka membesarkannya atau supaya dia mendapat kebajikan dari mereka. Adapun ‘ujub adalah seseorang merasa heran atas kepandaian dan kehebatannya. Misalnya, seorang ‘abid merasa kagum dengan ibadahnya, atau seorang alim merasa kagum dengan ilmunya.
Posted:M.S SUNDARI
Tafakkur adalah berpikir yang mengandung pengakuan dan penyesalan terhadap kesalahan-kesalahan serta bertaubat dari segala dosa. Cara bertafakur menurut dia, adalah dengan membaca Dua Kalimah Syahadah secara perlahan-lahan dan menghayati maknanya. Selanjutnya melakukan tiga perkara dalam tafakkur yaitu:
1.1. ‘Ibrah, yaitu mencari-cari kesalahan diri sendiri, menyesalinya, dan berjanji tidak akan melakukan perbuatan-perbuatan itu lagi.
1.2. Khawf, yaitu takut akan murka Allah dan siksa-Nya serta takut tidak diterima amalnya.
1.3. Raja’, yaitu berharap akan rahmat dan ampunan Allah serta berharap akan diterima segala amalannya.
2. Al-Zuhd
Kehidupan yang kekal adalah kehidupan di akhirat, sedangkan kehidupan di dunia harus dijadikan bekal ke akhirat. Selanjutnya dia peringatkan agar hidup jangan tertipu dan terpedaya dengan dunia.
3. Tawakkal
Tawakal adalah menyerahkan diri. Dalam lirik syairnya "menyerahkan diri jangan menyesal" dapat diartikan rela terhadap apa yang dikehendaki Allah SWT. Penjelasannya ini sejalan dengan pendapat Bisyr Al-Hafi yang dikutip Al-Qusyairi mengatakan “Saya bertawakal kepada Allah SWT., sedang orang lain berbohong kepada-Nya. Seandainya dia bertawakal kepada Allah SWT., maka pasti dia rela terhadap apa yang dikerjakan (dikehendaki) oleh Allah SWT”.
4. Shabar
Manusia perlu senantiasa bersabar, baik bersabar dalam menggunakan nikmat, bersabar melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan, maupun bersabar dalam menerima cobaan atau hal-hal yang tidak diingini. Abdurrahman Shiddiq menganjurkan agar senantiasa dapat bersabar dan menahan marah, sebab sifat sabar mendatangkan banyak mamfaat
Selanjutnya dijelaskannya, bahwa orang yang tidak mempunyai sifat sabar akan mudah dihinggapi sifat marah. Menurut dia, ada beberapa kerugian sebagai akibat dari sifat marah. Pertama, hilang akal dan keseimbangan jiwa, sehingga akan salah dalam mengambil sikap dan tindakan. Kedua, hilangnya atau berkurangnya iman seseorang. Ketiga, kehilangan sahabat .
5. Ikhlash dan menjauhi riya
Ikhlash adalah bersih amal kepada Allah, dan sifat ini merupakan syarat untuk mendapatkan pahala amal ibadah. Dia membagi ikhlash dalam dua macam, yaitu ikhlash al-abrar dan ikhlash al-muqarrabin. Ikhlash al-abrar adalah seseorang beramal karena semata-mata menjunjung perintah Allah SWT. tanpa mengharapkan apapun selain daripada Allah, termasuk tidak mengharapkan surga dan juga tidak memohon dijauhkan dari api neraka. Sedangkan ikhlash al-muqarrabin adalah seseorang beramal, tetapi tidak mengakui dan tidak merasa bahwa amalan-amalan itu sebagai usaha ikhtiarnya, bahkan dalam ma’rifatnya semuanya itu adalah semata-mata amalan Allah dan atas taufik-Nya. Ikhlash al-abrar disebut ikhlash li Allah (ikhlas karena Allah), sedangkan ikhlash al-muqarrabin disebut ikhlash bi Allah (ikhlas dengan pertolongan Allah). Ikhlash al-muqarrabin merupakan pengertian ikhlash menurut pandangan ulama tasawuf, di mana para sufi menyebutkan bahwa ikhlash adalah melepaskan diri dari pada daya dan upaya. Apabila keikhlasan seseorang bisa sampai pada peringkat kedua ini, maka ia akan terhindar dari pada sifat riya, ‘ujub, dan sum’ah
Dalam kitabnya Risalah fi Aqaid al-Iman Abdurrahman Shiddiq membagi riya dalam dua macam, yaitu riya jali (yang nyata) dan riya khafi (yang tersembunyi). Riya jali adalah seseorang beramal di hadapan orang lain, tetapi apabila ia sendirian amalan itu tidak dikerjakannya. Sedangkan riya khafi ialah seseorang beramal baik di hadapan orang lain ataupun tidak, tetapi dia suka kalau mereka berada di hadapannya.
Sum’ah, ialah seseorang beramal sendirian kemudian dia menghabarkannya kepada orang lain, supaya mereka membesarkannya atau supaya dia mendapat kebajikan dari mereka. Adapun ‘ujub adalah seseorang merasa heran atas kepandaian dan kehebatannya. Misalnya, seorang ‘abid merasa kagum dengan ibadahnya, atau seorang alim merasa kagum dengan ilmunya.
Posted:M.S SUNDARI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar