Evolusi kehidupan kompleks sangat bergantung pada mitokondria yaitu
pembangkit tenaga mungil yang ditemukan di semua sel-sel kompleks,
menurut penelitian baru.
Mitokondria - gbr. wikimedia
Penelitian tersebut dilakukan oleh Dr. Nick Lane dari University College London dan Dr. WIlliam Martin dari Universitas Dusseldorf.
"Prinsip-prinsip utamanya bersifat universal. Energi merupakan hal yang
sangat penting, bahkan dalam dunia penemuan evolusioner. "Alien pun
membutuhkan mitokondria."
Selama 70 tahun para ilmuwan berpikir bahwa evolusi nukleus atau inti
sel merupakan kunci kehidupan kompleks. Saat ini dalam karya yang
dipublikasikan di Nature pada tanggal 21 Oktober, Lane dan Martin
mengungkapkan bahwa sebenarnya mitokondria merupakan bagian yang paling
mendasar bagi perkembangan berbagai inovasi kompleks seperti nukleus
karena fungsinya sebagai pembangkit tenaga dalam sel.
"Pandangan tradisional yang digulingkan tersebut bahwa lompatan ke
sel-sel 'eukarotik' hanya memerlukan mutasi yang tepat. Sebenarnya hal
tersebut memerlukan sejenis revolusi industri dalam arti produksi
energi," jelas Dr. Lane seperti yang dikutip dari Physorg (20/10/10).
Pada tingkat sel, manusia memiliki lebih banyak kesamaan dengan jamur, magnolia dan marigold ketimbang dengan bakteri.
Alasannya ialah sel-sel kompleks seperti tumbuhan, hewan dan fungi
memiliki ruang-ruang khusus termasuk pusat informasi yaitu nukleus dan
pembangkit tenaga dalam hal ini mitokondria. Ruang-ruang dalam sel ini
disebut 'eukariotik' dan semuanya berasal dari nenek moyang yang sama
yang hanya timbul sekali dalam empat milyar tahun evolusi.
Para ilmuwan sekarang mengetahui bahwa nenek moyang yang sama ini yaitu
'eukariota pertama' lebih rumit dari bakteri manapun. Eukariota tersebut
memiliki ribuan lebih gen dan protein
ketimbang bakteri apapun selain kesamaan fitur seperti kode genetik.
Akan tetapi apa yang memungkinkan eukariota mengakumulasi semua ekstra gen dan protein ini? Mengapa bakteri tidak?
Dengan memfokuskan pada energi yang ada di tiap gen,
Lane dan Martin menunjukkan bahwa sel eukariotik rata-rata bisa
mendukung 200.000 kali lipat lebih banyak gen daripada bakteri.
"Hal ini memberikan bahan mentah kepada eukariota yang memungkinkannya
mengakumulasi gen-gen baru, famili gen besar dan sistem regulator dalam
skala yang tak mampu dilakukan bakteri," tutur Dr. Lane. "Itu merupakan
basis kompleksitas, walaupun tidak selalu digunakan."
"Bakteri ada di dasar jurang bentangan energi, dan tidak pernah
menemukan cara untuk keluar," jelas Dr. Martin. "Mitokondria memberikan
eukariota empat atau lima urutan besarnya energi tiap gen, dan hal
tersebut memungkinkannya untuk membuat terowongan keluar melalui dinding
jurang tersebut."
Peneliti tersebut kemudian beranjak ke pertanyaan kedua yaitu mengapa
bakteri tidak meruangkan diri sendiri untuk mendapatkan keuntungan
memiliki mitokondria? Bakteri sering kali memulainya tapi tak pernah
sampai tahap yang lebih jauh.
Jawabannya terlektak pada genom mungil mitokondria. Gen-gen ini
diperlukan untuk respirasi sel dan tanpa mereka sel-sel eukariotik akan
mati. Jika sel-sel kian membesar dan lebih berenergi, mereka membutuhkan
lebih banyak salinan gen-gen mitokondria untuk tetap hidup.
Bakteri menghadapi masalah yang sama. Mereka dapat menanganinya dengan
membuat ribuan salinan keseluruhan genomnya yang dalam kasus sel bakteri
raksasa seperti Epulopiscium bisa mencapai 600.000. Akan tetapi
semua DNA ini memiliki ongkos energi besar yang melumpuhkan sekalipun
bakteri raksasa yaitu kelumpuhan yang menghentikannya untuk berubah
menjadi eukariota yang lebih kompleks. "Satu-satunya jalan keluar ialah
jika satu sel entah bagaimana masuk ke dalam sel lainnya yang disebut
endosimbiosis," kata Dr. Lane.
Sel-sel saling berkompetisi satu sama lain. Ketika hidup dalam sel-sel
lain mereka cenderung berpotongan tergantung pada sel inangnya jika
memungkinkan. Selama waktu evolusioner, mereka kehilangan gen-gen yang
tak diperlukan dan menjadi langsing yang pada akhirnya hanya memiliki
bagian-bagian kecil gen permulaan yaitu hanya gen-gen yang sangat
diperlukan mereka.
Kunci kompleksitas yaitu bahwa gen-gen sedikit yang tersisa ini dianggap
hampir tak ada. Mengkalkulasi energi yang diperlukan untuk mendukung
genom bakteri normal dalam ribuan salinan serta ongkosnya merupakan
suatu penghalang. Jika hal tersebut dilakukan pada genom mitokondrial
mungil, ongkosnya sangat mudah ditanggung, seperti yang ditunjukkan
dalam makalah Nature. Perbedaannya ialah jumlah DNA yang bisa
didukung dalam nukleus, bukan sebagai salinan repetitif gen-gen tua yang
sama, tapi sebagai bahan mentah bagi evolusi baru.
"Jika evolusi bekerja seperti seorang yang tanpa keahlian, evolusi
mitokondria bekerja layaknya seperti sekelompok insinyur," tutur Dr.
Martin.
Masalahnya ialah, walaupun sel dalam sel merupakan sesuatu yang lazim
pada eukariota yang sering kali menelan sel lain, eukariota semakin
jarang pada bakteri yang lebih kaku. Hal tersebut bisa dengan baik
menjelaskan mengapa kehidpan kompleks dalam hal ini eukariota hanya
berkembang sekali dalam sejarah Bumi, menurut kesimpulan Lane dan
Martin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar