Tata-cara Memandikan
1. Batas Minimal
Memandikan mayit sudah dianggap cukup apabila sudah melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a) Menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayit.
b) Menyiramkan air secara merata pada anggota tubuh mayit, termasuk juga bagian farji tsayyib
(kemaluan wanita yang sudah tidak perawan) yang tampak saat duduk, atau
bagian dalam alat kelamin laki-laki yang belum dikhitan.
Catatan:
Bila
terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisal najis di bawah kuncup,
maka menurut Imam Romli, setelah mayit tersebut dimandikan, maka
langsung dikafani dan dimakamkan tanpa dishalati. Namun, menurut Ibnu
Hajar, bagian yang tidak terbasuh tersebut bisa diganti dengan tayamum
sedangkan najisnya berhukum ma’fu.
Adapun cara mentayamumkan mayit adalah sebagai berikut:
1) Menepukkan kedua tangan pada debu disertai dengan niat sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قَلْفَةِ هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ.
Atau bisa juga dengan membaca:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ عَنْ هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Niat ini harus terus berlangsung (istidamah) sampai kedua telapak tangan orang tersebut mengusap wajah mayit.
2) Menepukkan
kedua telapak tangan pada debu yang digunakan untuk mengusap kedua
tangan mayit, tangan kiri untuk mengusap tangan kanan mayit, dan tangan
kanan untuk mengusap tangan kirinya.
2. Batas Kesempurnaan
Memandikan mayit dianggap sempurna apabila melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
a) Mendudukkan mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
b) Pundak mayit disanggah tangan kanan, dengan meletakkan ibu jari pada tengkuk mayit, dan punggung mayit disanggah dengan lutut.
c) Perut mayit dipijat dengan tangan kiri secara perlahan, supaya kotoran yang ada pada perutnya bisa keluar.
d) Mayit diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian dimiringkan ke kiri.
e) Membersihkan
gigi dan kedua lubang hidung mayit, dengan jari telunjuk tangan kiri
yang beralaskan kain basah yang tidak digunakan untuk membersihkan qubul dan dubur.
f) Mewudlukan
mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis dengan wudlunya orang
hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak membuka mulut mayit
agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal ini apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
g) Mengguyurkan air ke kepala dan jenggot mayit dengan memakai air yang telah dicampur daun kelor atau sampo.
h) Menyisir
rambut dan jenggot mayit yang tebal secara pelan-pelan, dengan
menggunakan sisir yang longgar gigirnya, agar tidak ada rambut yang
rontok. Bila ada rambut atau jenggot yang rontok, maka wajib diambil dan
dikubur bersamanya.
i) Mengguyur
bagian depan tubuh mayit sebelah kanan, mulai leher sampai telepak
kaki, dengan memakai air yang telah dicampur daun kelor atau sabun.
Begitu pula bagian sebelah kirinya.
j) Mengguyur
bagian belakang tubuh mayit sebelah kanan, dengan posisi agak
dimiringkan, mulai tengkuk, punggung sampai telapak kaki. Begitu pula
bagian sebelah kirinya.
k) Mengguyur
seluruh tubuh mayit dengan menggunakan air yang jernih, untuk
membersihkan sisa-sisa daun kelor, sabun, dan sampo pada tubuh mayit.
l) Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan air yang dicampur sedikit kapur barus. Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram. Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca niat:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ عَلَيْهِ/ عَلَيْهَا
Tidak ada komentar:
Posting Komentar